Pendiri

Team Members

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS.
PendiriNama | : Gus Mohammad Bisri bin Abdullah Fattah |
Tanggal | : Malang, 26 November 1958 |
Alamat | : Mayjen Panjaitan XI/6 Malang |
Selama masa kepemimpinan Prof. Bisri, UB masuk dalam lima PTN terbaik di Indonesia versi Ristekdikti. Beliau berhasil menerapkan sistem remunerasi kinerja dosen dan tenaga kependidikan serta melakukan reformasi birokrasi di UB berdasarkan Peraturan Menteri Ristekdikti No. 4 Tahun 2016 tentang OTK Universitas Brawijaya. Selain itu, penyelesaian infrastruktur utama kampus dirampungkan seperti Rumah Sakit Akademik UB, Rumah Sakit Hewan, gedung sentral di beberapa fakultas, dan fasilitas penunjang lainnya. Dalam bidang kemahasiswaan, UB berhasil meraih juara PIMNAS tiga kali berturut-turut (hattrick) dan mendapatkan piala tetap. Lalu dalam bidang kerjasama, UB berhasil mendapatkan hak kelola hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia seluas 544 ha yang kemudian diberi nama UB Forest serta berhasil menambah 24 mitra pergurutan tinggi luar negeri dalam waktu yang singkat.[2] Pada masanya pula, UB mulai bertransformasi statusnya dari BLU (Badan Layanan Umum) ke PTN BH (Badan Hukum).[3][4]

Team Members

Gus Luqman Al Karim (alm)
PendiriNama | : Gus Luqman Karim bin Abdullah Fattah |
Tanggal | : Malang, 21 Mei 1964 |
Alamat | : Jl. Yaqut no.02 Tlogomas Malang |
Gus Lukman, merupakan pengasuh sekaligus pendiri pondok pesantren BAHRULMAGHFIROH. Beliau lahir pada tanggal 21 Mei 1964 di Malang, Jawa Timur. Tepatnya di sebuah desa yang bernama Penanggungan Betek Malang. Sebuah pedukuhan yang terletak di tengah kota Kecamatan Lowokwaru. Putra dari Seorang Kiai yang mastur ( tidak terkenal ) KH. Abdullah Fattah bin Mbah Daim Jcitranegara. Gus Luqman dikirim oleh ayahandanya, K.H. Abdullah Fattah, ke salah satu Pondok yang didirikan oleh seorang ulama besar di Jawa Timur termasuk pendiri NU KH. Hasyim Asyaari, yang bernama Ponpes salafiyah Tebuireng bertempat di Jombang jawa timur.Disamping belajar di pesantren tebu ireng beliau juga belajar merantau tabarukan (mencari berkah) ke pondok-pondok yang ada di Jawa dan Madura.

Kyai Abdullah Fattah (Alm)
PendiriPerbanyak Tirakat Demi Kemuliaan Akhirat Kyai Fattah asli kelahiran Malang.
Team Members

Kyai Abdullah Fattah (Alm)
PendiriPerbanyak Tirakat Demi Kemuliaan Akhirat
Kyai Fattah asli kelahiran Malang. Tepatnya di daerah betek, Jl. Mayjend Panjaitan. Abahnya, Kyai Daim Tjitronegoro juga asli Malang. Tidak ada data yang pasti kapan persisnya Kyai Fattah lahir. Ketika wafat tahun 2006, usia Kyai Fattah menurut salah satu putranya, Gus Luqman sekitar 104 tahun.
Sejak kecil Kyai Fattah sudah diajari agama secara ketat oleh abahnya. Bukan hanya diajari ngaji biasa, tapi sudah dididik riyadhoh tirakat, utamanya puasa dan dzikir. Kyai Fattah tipikal anak yang sangat penurut kepada perintah orang tuanya. Jikalau diperintah sesuatu, misalnya shalat atau dzikir tidak pernah menolak dan banyak bertanya, ini fadhilah apa, itu fadhilahnya apa. Kebiasaan riyadhoh sejak kecil ini telah mendarah daging dalam diri Kyai Fattah sampai akhir hayatnya.
Kyai Fattah tidak mengaji secara formal di sebuah pesantren. Namun Beliau ngaji keliling dari ulama yang satu ke ulama yang lain. Tidak hanya ngaji syariat, tapi juga ngaji ke beberapa ulama yang bisa menunjukkan hakikat ajaran Allah. Mujahadahnya dalam ngaji dan riyadhoh, mengantarkan Beliau mendapat ilmu ladunni. Meski tidak belajar membaca kitab, tapi Beliau bisa menerangkan isi kitab itu. Meski tidak belajar menulis arab, Beliau bisa menulis, bahkan banyak catatancatatan Beliau yang kini disimpan salah satu putranya. Kyai Fattah juga diberi keistimewaan bisa pergi ke tempat jauh dalam waktu sekejap. Ketika ditanya oleh putranya, Beliau menjelaskan bumi dilipat oleh Allah SWT. Dan tidak ada yang mustahil bagi Allah. Ibarat bola dunia yang diskalakan menjadi kecil.
Suatu ketika pagi hari Kyai Fattah tahutahu nangis, lalu Beliau mengatakan, Nak, temanku ada yang meninggal, siapa bah. Kyai Hamid Pasuruan. Padahal saat itu tidak ada yang memberi tahu atau informasi dari siapapun. Kemudian Kyai Fattah berangkat ke Pasuruan ditemani putranya, Gus Bisri. Sesampainya di sana, Beliau melihat beberapa ulama kok ada yang guyonan. Ayo Bis kita keluar saja, wong ada wali meninggal, kok masih sempat guyonan.Setelah merasa cukup hormat jenazah Kyai Hamid dari kejauhan, mereka pulang kembali ke Malang.
Dzikir Ikan
Ayah dari 11 orang putra putri ini terus berpuasa sampai meninggal. Beliau sedikit sekali makan dan tidur. Makannya bahkan ditakar, setiap hari hanya beberapa suap. Bahkan, sering makan hanya dengan tiga suapan kentang. Shalat dan dzikir malamnya luar biasa. Sepertinya Beliau tidak tidur malam. Ketika anak anaknya bertanya, mengapa ibadahnya sampai begitu berat, Beliau menjelaskan bahwa kita harus mengejar kehidupan akhirat, karena itu adalah kemuliaan yang sejati. Tidak boleh main main untuk urusan akhirat. Setiap waktu sangat berharga. Demi menjaga waktu yang sangat berharga, Kyai Fattah belajar dan mengamalkan dzikir sirri setiap hembusan nafas diisi dengan dzikir, di samping ibadah atau amaliyah syariat yang tetap dijaga.
Suatu saat, Gus Bisri dimintai membetulkan akuarium yang rusak. Setelah itu dengan nada guyon, Kyai Fattah matur, Bis, kamu ini kalah sama ikan.Lho kok bisa bah, jawab Gus Bisri. Ikan ini berdzikir setiap saat, lha kamu gimana. Lihat tuh, mulut ikan nggak pernah berhenti berkecap, itu sambil dzikir. Subhanallah. Kisah ini mengingatkan kita tentang kisah Nabi Daud as. dan seekor ulat. Dimana ulat terus menerus menggerakkan kepalanya untuk berdzikir. Bukankah, semua yang ada di jagat raya ini berdzikir dan bertasbih. Hanya kita yang tidak mengerti tasbihnya mereka.
Menurut kyai yang pernah menjadi Mustasyar NU Kota Malang ini,surga itu tidak gratisan. Untuk meraih surga perlu perjuangan keras. Kita ingin punya rumah, ingin punya kendaraan saja perlu ada perjuangan. Apalagi ingin surga. Dan surga itu bertingkat tingkat. Ada kelas ekskutif ada juga kelas ekonomi. Kalau kita ingin memperoleh derajat yang tinggi, bersama para nabi, para syuhada dan para auliya,ya harus berjuang sungguhsungguh, mempersiapkan sangu sebanyak dan sebaik mungkin.
Ibadahnya maksimal, dan jangan dirusak atau dihanguskan dengan penyakit penyakit hati. Bukankah kalau kita ingin tidur di hotel berbintang saja, tarifnya berbeda dengan hotelhotel biasa. Ini semua menjadi itibar atau pelajaran penting bagi kita.
Membina Masyarakat
Kyai Bisri juga mengajarkan keikhlasan dan keistiqomahan. Beliau biasa ngajar ngaji keliling ke kampungkampung, ke mushalla mushalla kecil sambil jalan kaki atau sesekali naik bemo. Selain keliling ke beberapa tempat, setiap malam Jumat Legi, Kyai Fattah juga membuka majelis dzikir di rumahnya di Jl. Mayjen Panjaitan IX. Meski jamaah yang hadir tidak banyak Beliau tetap istiqomah. Beliau mengajak jamaah untuk istighotsah, yasinan dan tahlinan. Dalam pengajiannya, Kyai Fattah lebih suka mengajar tentang ibadah, utamanya shalat, karena ini kewajiban utama ummat Islam.
Meski diberi kemampuan lebih, Kyai Fattah tetap membumi. Untuk mencukupi nafkah keluarganya, Beliau tetap mela kukan ikhtiar lahir dengan cara be kerja untuk mememenuhi nafkah keluarga. Beliau pernah usaha jualan minyak tanah beberapa tahun, dan juga pernah punya bemo yang dijalankan oleh sopirnya, kadang kalau tidak ada sopir, Beliau sendiri yang nyupiri bemo tersebut. Alhasil Beliau tidak mau berpangku tangan.
Kyai Fattah juga memposisikan dirinya sebagai orang biasa. Dalam bermasyarakat, Beliau bisa berbaur dengan siapa saja. Beliau bahkan pernah menjadi ketua RT dan Kepala Kelurahan Penanggungan. Tak heran jika Beliau memahami betul kondisidan situasi di masyarakat.
Di samping itu, Kyai Fattah juga sosok yang sangat menghargai orang lain. Beliau mau menerima tamu kapan saja. Meskipun di pagi hari, saat Beliau baru tidur beberapa menit, kalau dibisiki ada tamu Beliau segera bangun untuk menemui dan menghormat sang tamu. Tamu Beliau bermacammacam, apalagi Kyai Fattah juga dikenal biasa me ngobati tabib. Bukan hanya mereka yang ingin berobat, bahkan tamu yang ingin didoakan usahanya lancar, hajatnya terkabul. Lucunya, sampai ada juga tamu yang minta nomor buntut. Semua dilayani, Beliau tidak mudah memarahi atau menyalahkan. Dibimbing pelanpelan lalu didoakan.
Bagi Beliau, semua orang dengan karakter dan model yang bermacammacam itu hakikatnya ya iradah terjadi atas kehendak Allah SWT. Semua makhluk Allah yang harus dihormati. Kalau kita menghina berarti kita menghina sang pencipta.
Enam bulan sebelum kematiannya, Kyai Fattah sudah bersiapsiap. Aku belajar menghadapi mati nak, begitu kata beliau kepada putranya. Sebab, menurut Beliau kematian itu sangat berat. Nabi saja ketika dicabut nyawa disebutkan dalam riwayat merasakan sakit. Padahal itu Nabi dan Malaikat Izrail sudah mencabut dengan sehalushalusnya. Itulah salah satu alasan mengapa Kyai Fattah sampai jauhjauh hari ingin belajar menghadapi kematian. Beliau ingin lulus dan selamat sampai di surga.
Kyai Fattah menghembuskan nafas terakhirnya, untuk kembali menghadap Yang Maha Kuasa pada tanggal 12 Maret 2006 yang bertepatan dengan tanggal 11 bulan Shafar 1427 H. Jasadnya dimakamkan di area Pondok Pesantren Bahrul Maghfirah yang kini diasuh oleh putranya, Gus H. Lukman Karim